“Even a cup of
coffee needs coffee”
Bahkan secangkir sebuah kopi membutuhkan kopi. Benar, siapapun saat ini
sangat akrab dengan secangkir kopi tapi pernahkah kita berfikir bahwa kopi yang
kita sruput dengan nikmat juga mempunyai hasrat tersendiri? Mari analogikan statement diatas ke sebuah perumpaan
yang akan saya kaitkan dengan UKM KPI
UNHAS tercinta. Sebelumnya, ada yang menarik di pikiran saya, KPI=KOPI ? Ya,
ada sedikit hubungan dari segi kata, bisa jadi sebuah kepanjangan, entah para
pendiri UKM ini mempunyai makna tersirat yang belum pernah terungkap dikubur
oleh sejarah atau hanya sebuah kebetulan yang luar biasa? Sebagai seorang newbie , satu jawaban saya ENTAH! (terinspirasi
lagunya bang iwan-entah)
Kembali ke analogi tadi, saya mengumpamakan KPI sebagai secangkir kopi,
semua orang menginginkan kopi (mostly) begitu
juga saya dan teman-teman anggota KPI lainnya mereka menginginkan UKM ini,
mereka datang berharap mendapat kenikmatannya layaknya secangkir kopi nikmat,
namun sadarkah kita apa yang sebenarnya UKM KPI ini inginkan? Apa yang ia
butuhkan? Apa yang ia hasratkan? Apa yang ia titik beratkan? Apa? Apa? dan
Apa? Ia butuh nafas, ia butuh darah yang
mengalir, ia butuh ruang dan banyak lagi. Buka mata selebar mata sipit bangsa
cina (i’m sorry, this is not racism),
sorot mata yang tajam tapi fokus seakan-akan ingin melahap apa yang ada di
depannya. Saya bercerita bahwa UKM KPI Unhas ini bagaikan sebuah raga, wadah
bak sebuah cangkir, yang menggerakkannya adalah dasar-dasar dari UKM ini. Saya
selalu terusik ketika kanda-kanda senior ataupun teman-teman meneriakkan visi
UKM ini ‘Membangun Budaya Ilmiah di
Kampus Merah’, kata-kata yang penuh semangat tapi miris melihat keadaan yang
saya liat. Memang betul, banyak KPIers yang sering ‘jalan-jalan’ lomba dimana-mana, sehingga terhilat kader-kadernya
pintar, jago karya tulis, menaikkan nama organisasi kita dan tentunya kita
telah berfikir telah membangun budaya ilmiah di kampus merah ini, tapi apakah
benar hal itu karena faktor dari UKM KPI Unhas? Apakah individu-individu yang
berprestasi adalah hasil dari kaderisasi organisasi ini atau karena memang
individunya sudah pintar dari sononya?
Masih tanda tanya besar bagi saya. Hal tersebut bukanlah hasil budaya ilmiahnya KPI,
tapi budaya individu semata.
Tapi saya cukup sadar, keagungan hakiki
sebuah organisasi bukanlah karena prestasi-prestasi individu anggotanya
walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut juga sangat kontributif bagi
sebuah organisasi, namun hal itu akan semakin lengkap dan sempurna jika
prestasi ataupun pencapain yang diraih adalah atas nama UKM KPI UNHAS bukan
lagi hanya individu semata yang mengangkat organisasi tapi organisasi sendiri
yang berjuang untuk mengangkat dirinya, penggeraknya adalah “anonim-anonim” sejati. Pertanyaannya,
hal seperti apa yang mampu dilakukan UKM KPI Unhas ini? Hal yang tidak
muluk-muluk menurut saya, mulai dari hal sederhana yang bahkan kita terkadang
lupa yaitu penelitian atas nama lembaga! Kita ini sesuai namanya adalah
organisasi berbasis keilmuan dan penalaran ilmiah, sudah semestinya
menghasilkan sebuah penelitian!
Diskusi beberapa malam lalu yang kami lakukan menghasilkan beberapa poin
penting yang cukup mendesak yakni penelitian lembaga sebagaimana layaknya
lembaga keilmuan dan penalaran, penting diingat bahwa lembaga ini dalam urgensi
menghasilkan sebuah penelitian yang diharapakan mempunyai impact yang luas ke masyarakat sekitar ataupun dalam hal ini
lingkungan kampus. Berangkat dari diskusi kami resolusin, topik yang hangat yang bisa diangkat adalah masalah
PTN-BH. Secara singkatnya, dalam sistem PTN-BH mahasiswa diberi satu tempat
sebagai Majelis Wali Amanat, nah yang pantas menjadi perwakilan mahasiwa siapa?
Maka daripada itu ada wacana membentuk kembali BEM Universitas (ada juga yang
kontra), demi memenuhi hak suara mahasiswa. Hal ini bisa jadi momentum dan batu
loncatan jika kita mampu membuat sebuah penelitian yang menghasilkan data acuan
dengan metode pembagian quisioner tentang kepentingan membentuk Bem
Universitas. Pada akhirnya kita semua bisa menyimpulkan penting atau tidaknya
BEM Universitas ini. Just It, not too
high, not even low.
In the end. Saya berharap divisi kajian dan riset
mampu memfasilitasi hal ini agar tidak terjadi salah persepsi dan tumpang
tindih peran. Just in case, jika hal ini
berhasil maka periode kepengurusan yang diketuai oleh pemilik purple doggy ini bisa ‘terselamatkan’ dari serangan mengenai penelitian
lembaga di akhir kepengurusan. Oleh karena itu pesan terakhir saya, Talk A lot, Write Anything, Do
More.
Silahkan dicaci,
dikritik dan di cerca karena pujian tidak memotivasi saya! #terlalumendramatisir #apalahkitaini