Rabu, 13 April 2016

PURPLE DOGGY



“Even a cup of coffee needs  coffee”
Bahkan secangkir sebuah kopi membutuhkan kopi. Benar, siapapun saat ini sangat akrab dengan secangkir kopi tapi pernahkah kita berfikir bahwa kopi yang kita sruput dengan nikmat juga mempunyai hasrat tersendiri? Mari analogikan statement diatas ke sebuah perumpaan yang akan saya kaitkan dengan  UKM KPI UNHAS tercinta. Sebelumnya, ada yang menarik di pikiran saya, KPI=KOPI ? Ya, ada sedikit hubungan dari segi kata, bisa jadi sebuah kepanjangan, entah para pendiri UKM ini mempunyai makna tersirat yang belum pernah terungkap dikubur oleh sejarah atau hanya sebuah kebetulan yang luar biasa? Sebagai seorang newbie , satu jawaban saya ENTAH! (terinspirasi lagunya bang iwan-entah)

Kembali ke analogi tadi, saya mengumpamakan KPI sebagai secangkir kopi, semua orang menginginkan kopi (mostly) begitu juga saya dan teman-teman anggota KPI lainnya mereka menginginkan UKM ini, mereka datang berharap mendapat kenikmatannya layaknya secangkir kopi nikmat, namun sadarkah kita apa yang sebenarnya UKM KPI ini inginkan? Apa yang ia butuhkan? Apa yang ia hasratkan? Apa yang ia titik beratkan? Apa? Apa? dan Apa?  Ia butuh nafas, ia butuh darah yang mengalir, ia butuh ruang dan banyak lagi. Buka mata selebar mata sipit bangsa cina (i’m sorry, this is not racism), sorot mata yang tajam tapi fokus seakan-akan ingin melahap apa yang ada di depannya. Saya bercerita bahwa UKM KPI Unhas ini bagaikan sebuah raga, wadah bak sebuah cangkir, yang menggerakkannya adalah dasar-dasar dari UKM ini. Saya selalu terusik ketika kanda-kanda senior ataupun teman-teman meneriakkan visi UKM ini  ‘Membangun Budaya Ilmiah di Kampus Merah’, kata-kata yang penuh semangat tapi miris melihat keadaan yang saya liat. Memang betul, banyak KPIers yang sering ‘jalan-jalan’ lomba dimana-mana, sehingga terhilat kader-kadernya pintar, jago karya tulis, menaikkan nama organisasi kita dan tentunya kita telah berfikir telah membangun budaya ilmiah di kampus merah ini, tapi apakah benar hal itu karena faktor dari UKM KPI Unhas? Apakah individu-individu yang berprestasi adalah hasil dari kaderisasi organisasi ini atau karena memang individunya sudah pintar dari sononya? Masih tanda tanya besar bagi saya. Hal tersebut bukanlah hasil budaya ilmiahnya KPI, tapi budaya individu semata.

Tapi saya cukup sadar, keagungan hakiki sebuah organisasi bukanlah karena prestasi-prestasi individu anggotanya walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa hal tersebut juga sangat kontributif bagi sebuah organisasi, namun hal itu akan semakin lengkap dan sempurna jika prestasi ataupun pencapain yang diraih adalah atas nama UKM KPI UNHAS bukan lagi hanya individu semata yang mengangkat organisasi tapi organisasi sendiri yang berjuang untuk mengangkat dirinya, penggeraknya adalah “anonim-anonim” sejati. Pertanyaannya, hal seperti apa yang mampu dilakukan UKM KPI Unhas ini? Hal yang tidak muluk-muluk menurut saya, mulai dari hal sederhana yang bahkan kita terkadang lupa yaitu penelitian atas nama lembaga! Kita ini sesuai namanya adalah organisasi berbasis keilmuan dan penalaran ilmiah, sudah semestinya menghasilkan sebuah penelitian!

Diskusi beberapa malam lalu yang kami lakukan menghasilkan beberapa poin penting yang cukup mendesak yakni penelitian lembaga sebagaimana layaknya lembaga keilmuan dan penalaran, penting diingat bahwa lembaga ini dalam urgensi menghasilkan sebuah penelitian yang diharapakan mempunyai impact yang luas ke masyarakat sekitar ataupun dalam hal ini lingkungan kampus. Berangkat dari diskusi kami resolusin, topik yang hangat yang bisa diangkat adalah masalah PTN-BH. Secara singkatnya, dalam sistem PTN-BH mahasiswa diberi satu tempat sebagai Majelis Wali Amanat, nah yang pantas menjadi perwakilan mahasiwa siapa? Maka daripada itu ada wacana membentuk kembali BEM Universitas (ada juga yang kontra), demi memenuhi hak suara mahasiswa. Hal ini bisa jadi momentum dan batu loncatan jika kita mampu membuat sebuah penelitian yang menghasilkan data acuan dengan metode pembagian quisioner tentang kepentingan membentuk Bem Universitas. Pada akhirnya kita semua bisa menyimpulkan penting atau tidaknya BEM Universitas ini. Just It, not too high, not even low.

In the end. Saya berharap divisi kajian dan riset mampu memfasilitasi hal ini agar tidak terjadi salah persepsi dan tumpang tindih peran. Just in case, jika hal ini berhasil maka periode kepengurusan yang diketuai oleh pemilik purple doggy ini bisa ‘terselamatkan’ dari serangan mengenai penelitian lembaga di akhir kepengurusan. Oleh karena itu pesan terakhir saya, Talk A lot, Write Anything, Do  More.
Silahkan dicaci, dikritik dan di cerca karena pujian tidak memotivasi saya! #terlalumendramatisir #apalahkitaini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar